
Moms, apakah Anda tahu bahwa kesehatan jantung Anda juga dapat dipengaruhi oleh keadaan hubungan dengan pasangan, loh!
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dr. Mega Febrianora, Sp.JP (K), ada 4 hal penting yang perlu dipertimbangkan dari pasangan, yakni kompatibilitas fisik, inteligensia, emosional, serta seksualitas. Keempat hal itu perlu dipertimbangkan kecocokannya untuk memastikan jantung tetap sehat karena rasa aman dan tenang.
"Seorang pasangan ideal bagi jantung adalah seseorang yang memberikan ketenangan dan tidak menyebabkan tekanan darah meningkat atau kecemasan berlebih akibat emosi," ujar Mega seperti tertulis dalam pernyataannya sebagai Menteri Kesehatan pada hari Jumat (15/2), sebagaimana dilaporkan. Antara .
Kiat untuk Menjaga Hubungan yang Serasi serta Kesehatan Jantung Yang Baik

Dalam suatu ikatan romantis yang sehat, Mega mengatakan bahwa ada pengeluaran dua tipe hormon, yaitu oksitosin dan vasopresin. Oksitosin bertanggung jawab untuk menciptakan ikatan batin, perasaan tenang, serta kepercayaan. Vasopresin sendiri merupakan hormon yang mendorong orang agar tetap setia pada pasangannya.
Menjaga kedua aspek tersebut, menurutnya, memerlukan usaha bersama dalam suatu hubungan; oleh karena itu, keserasian antara pasangan sangatlah diperlukan. Ada beberapa tindakan yang dapat diambil, misalnya:
-
Embrak kekasih selama dua puluh detik.
-
Menggandeng pasangan 8 kali dalam sehari.
-
Menjilat pasangan setidaknya selama 6 detik.
Telah ada upaya yang dijalankan guna menjaga si tersebut. love hormone yang pada akhirnya menghasilkan efek jantung menjadi lebih tenang. Jantung pun mereda dan damai. blood pressure -nya jadi turun, heart rate -nya jadi turun," kata dokter itu.
Upaya-upaya tersebut, katanya, juga menjelaskan mengapa sejumlah orang memiliki bahasa cinta ( love language ) berupa kontak fisik. Jika sedang dalam hubungan atau pernikahan jarak jauh, lanjut dia, maka pasangan dapat melakukan hal lainnya yang juga dapat memproduksi hormon oksitosin tersebut.
Maka dari itu, dia mengatakan bahwa tingkat kedewasaan emosi dan keahlian seseorang dalam menangani permasalahan merupakan elemen-elemen utama saat memilih pasangan untuk menjaga kondisi jantung agar tetap sehat.
Pada kesempatan tersebut, ia menyatakan bahwa berdasarkan beberapa penelitian, stabilitas emosi seseorang baru terwujud ketika mencapai usia 30 tahunan. Di sisi lain, individu dalam rentang umur 20-an masih mengalami proses pembelajaran menuju kematangan. Ironisnya, di Indonesia, pernikahan sering kali terjadi saat seseorang belum memasuki fase kedewasaan tersebut, yaitu sekitar usia 20-an.
Periode ketika kita masih belum berkembang sepenuhnya atau belum konsisten dalam hal perasaan. Misalkan saja, let's say Pasangan mereka berbeda. Ketika pasangan menjadi beda, bisa jadi tipe orangnya pun sudah berubah. Chemistry -nya pun menjadi tidak mendapat apa-apa," ujarnya.
Meskipun demikian, kata dia lagi, itu bukanlah suatu keharusan, sebab ada orang yang sudah dewasa secara emosi di usia 20-an. Ia juga menekankan pentingnya tidak tergesa-gesa dalam mencari jodoh dan harus lebih teliti saat memilih.